16 Jun 2009

DEFINITION

Apa sih temen itu? Aku belum pernah bisa menemukan definisi dan kata-kata yang tepat untuk menyuarakan apa itu ‘teman’. Begini saja, apakah setiap orang yang baik pada kita adalah teman? Padahal aku pernah melihat ada seorang yang tidak selalu berbuat baik, karena itu memang demi kebaikan temannya. Lalu, apakah semua orang bisa disebut teman? Kalau bisa, berarti seharusnya tidak ada kata ‘musuh’ dalam kamus bahasa. Aku malu mengetahui kenyataan bahwa di usiaku yang bukan anak TK lagi aku belum juga bisa memberi arti tentang apa itu teman. Mungkin seumur hidup aku tak akan pernah bisa memberikan definisi yang benar tentang istilah ini.

Dimulai di awal tahun pertamaku di SMA (Karena kalau aku mulai dari aku masih piyik , TK, SD, sampai SMP gak bakalan cukup memoriku untuk itu). Aku bertemu dengan mereka yang biasa disebut dengan ‘teman’. Karena manusia itu diciptakan dengan segala perbedaannya, maka tak salah lagi, sifat mereka pun saling beda. Ada yang baik, ada yang baiknya gak penuh. Ada yang aneh, ada lagi yang lebih aneh, ada yang pintar ada yang pintarnya kurang. Dan lain sebagainya. Jadi, apa mereka boleh aku sebut sebagai ‘teman’ ku? Apa aku cukup kemampuan untuk memanggil mereka ‘teman’? apa mereka juga menganggapku teman? Apa semua dari kami bisa menjaga kepercayaan masing-masing dengan tidak berbicara di belakang? Apa dengan itu semua kami masih bisa disebut sebagai teman? Ah, biarlah. Anggap saja itu contoh dari ketidaksempurnaan makhluk ciptaan Tuhan.

Dan begitulah seterusnya di tahun kedua SMA ku. Pergantian kelas, pergantian penghuni kelas, pergantian lingkungan, dan tentu saja perkenalan baru. OK. Aku akui awalnya aku sedikit kurang ikhlas menerima mereka. Aku belum siap untuk berganti lingkungan, terutama penyesuaian dengan yah...bisa disebut apa ya? Keluarga kraton? Keluarga pinus? Mahoni? Palem? Terserahlah. Tapi saat itu aku juga berfikir. Kenapa aku tidak berfikir positif saja? Karena itulah saru-satunya yang bisa aku lakukan saat itu.

Awal-awal tahun, aku yang masih belum bisa menemukan mereka saat itu, masih sering keluar kelas. Mencari mereka yang ada di tahun pertama SMA ku. Kami masih sering berhubungan lewat telfon, SMS, curhat, cerita macam-macam. Tapi seiring berjalannya waktu, hubungan itu makin jauh. Tak ada lagi telfon, tak ada lagi cerita, dan tak ada lagi kunjung-mengunjungi. Bahkan untuk saling menyapa saat bertemu pun menjadi canggung. Sangat ironis dan menyakitkan. Pernahkah kalian merasakan itu? Itukah yang disebut ‘teman’? aku terlalu capek untuk dilupakan dan mengenang sesuatu itu sendirian seperti orang bodoh yang menganggap sesuatu itu seharusnya lebih sedikit bermakna. Aku tak mau lagi memiliki sesuatu kalau nantinya itu hanyalah menjadi fatamorgana. Tapi nyatanya aku tak bisa untuk tidak memiliki sesuatu itu lagi.

Pencarian dimulai bersamaan dengan terbit tenggelamnya matahari. Aku tak bisa mengingat bagaimana aku ‘tahu’ mereka. Bagaimana aku berkenalan dengan mereka, kapan pertama kali kami bertegur sapa, dan juga Kapan kami mulai bisa tertawa dan bercanda bersama, aku lupa itu semua. Yang jelas, aku begitu ingat dan pasti akan selalu ingat bahwa merekalah yang memberiku hari-hari yang berbeda. Aku bukan mereka, tapi aku ingin sedikit berbagi dengan mereka karena mereka begitu berharga. Anehnya, aku tak ada kemampuan untuk marah, dan tak ada begitu banyak keberanian untuk menolak. Itulah yang aku benci dariku, dan ingin aku hilangkan selama ini. Aku ingin lebih terbuka, aku ingin menjadi berharga di mata mereka karena aku tak mau kehilangan sesuatu itu lagi. Aku sudah cukup capek untuk mengenang.

Tahun kedua itu juga aku menemukan mereka yang entah mengapa, berbeda. Aku tak tau darimana aku menjadi lebih akrab dengan mereka. Sampai di sini, bolehkah aku menyebut mereka sahabat? Terlalu muluk kah? Padahal aku sendiri belum tahu apa itu artinya. Tapi sepertinya akan lebih rumit dari menjelaskan makna teman. Apa aku mampu? Ya! Aku pasti mampu. Karena ada mereka yang di sampingku. Mereka telah membagi warna mereka untukku. Dan meski rangkaian itu tak seindah warna pelangi, tapi setidaknya warna itu tak hanya muncul di saat-saat tertentu. Aku sangat berterimakasih pada mereka.

Di sini, aku terbingung lagi. Sudahkah aku menemukan arti ‘sahabat’? entahlah. Mungkin belum. Toh sahabat atau apapun itu namanya, aku akan tetap berusaha untuk menjaga cahaya yang muncul dari masing-masing mereka agar warnanya tak akan pudar dan terus bersinar. Aku tak lagi peduli. Sesuatu tak selamanya harus diungkapkan dengan rangkaian kata penuh pemikiran. Yang aku inginkan saat itu adalah menemukan bagaimana aku akan menghabiskan waktuku bersama mereka sehingga menjadi lebih bermakna setiap detiknya. Padahal tak setiap saatnya mereka mengerti apa yang aku inginkan, dan tak setiap apa yang di hatiku mereka ketahui. Tapi entahlah.

Setidaknya, aku lebih mempunyai sesuatu untuk dikenang. Bukan dalam artian mereka yang sebelumnya hadir di tahun-tahunku sebelumnya itu tidak berharga. Mereka juga berharga, tapi seperti yang aku bilang. Ini masalah berbeda.

Terimakasih ‘teman’ (bolehkah aku memanggil kalian begitu?)
Maaf jika aku tidak cukup mampu untuk menjadi seorang’ teman’ bagi kalian. Tapi, aku ingin kalian tahu, aku menyayangi kalian semua. Dengan segala yang ada pada kalian dan dengan apa yang aku tahu dan yang tak aku ketahui.
Sekali lagi, terimakasih.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design